Skip to main content

Merenungi kegaduhan



Kegaduhan selalu saja berarti kesimpangsiuran, ketakpastian dan segala ketakjelasan; sebuah kebisingan yang menyengat telinga dan otak. Sumber kegaduhan bisa saja bunyi bunyi yang menumpuk, teriakan yang saling menggulung atau informasi yang tercurah bagai banjir bandang; dalam detik pertama kita tak sempat menyelamatkan sebuah ijazah.

Paling tidak yang tertinggal adalah disinformasi, bunyi bunyi yang hambar ,nirmakna, dan kebingungan yang justru makin menindih akal. Kita menerka kemana ujung benang ini akan terurai; tetapi dalam kegaduhan; ujung benang seperti jalan jalan tak terputus. Lorong lorong gelap yang tak pernah dijamah sinar mentari. Atau paling tidak kita seperti melihat lukisan abstrak; lalu dengan ceroboh kita mengatakan bahwa itu bermakna A dengan kejumawaan yang berlebihan.

Mari menengok akal sehat. Di manakah akal sehat di tengah kegaduhan? Di manakah akal sehat ditengah bisingnya kegaduhan? Barangkali kegaduhan telah menindih akal sehat dalam kerangkeng yang bernama kabut temaram. Ketidakjelasan yang mengundang ketidakpastian penilaian akal sehat. Ia seperti bekerja namun tak bekerja. Ia seperti pembuat kue yang lupa memasukan telur atau mengocoknya dalam hitungan di luar resep.

Akal sehat yang tertindih itu seperti manusia terjajah;  seperti wanita yang terkerangkeng dalam cinta sombong lelaki hidung belang. tahu kau bagaimana konyolnya kelakuan wanita itu? Seperti keledai yang berulang ulang jatuh ke dalam lubang. Kenyataan pahit ini benar terjadi, dengan tingkat akurasi yang membuat kita berdecak.

Mari kita menelisik kegaduhan. Dari mana muasal kegaduhan ini? Muasal kegaduhan bersumber dari disharmoni. Retakan antara keinginan untuk menyenangkan diri sendiri atau berbagi dengan yang lain. Retakan ini, lalu melebar, menjalar, membentuk labirin retakan. Awal mula sekali kita menganggapnya remeh, mungkin hujan belum turun, tebing masih kuat, sebuah asumsi asumsi ceroboh yang mendatangkan malapetaka.

Ketika retakan itu menjadi labirin, dan kegaduhan memainkan orkestrasinya, serta merta keadaan tak lagi tertolong. Retakan yang awalnya kecil, kucing kecil yang manis, lalu berubah menjadi harimau lapar yang menelan apapun; bahkan kadang bangkai busukpun lenyap.  


tetapi kegaduhan pun bisa bermula dari kesengajaan. upaya sistematis untuk menciptakan kegaduhan, kebisingan di sebuah arena, demi semata mata menutupi kebusukan. apa saja kebusukan itu? bisa jadi kekejian persekongkolan, agenda politik kotor, test the water, atau manuver manuver yang sengaja diciptakan demi terciptanya chaos. 

kegaduhan mudah sekali menimbulkan gesekan, emosi, ledakan amarah dalam kerumunan tak berotak. ledakan kegaduhan yang ditimpali dengan kegaduhan lain pada akhirnya menciptakan ketegangan tingkat tinggi, suara suara kehancuran siap menerkam, disinformasi berkeliaran bagai kucing garong, kerumunan bersiap siap dengan mengasah kelewang. 

pada akhirnya kepala yang dingin adalah jalan yang paling baik untuk memutus kegaduhan. cobalah tengok kegaduhan lgbt, syiah, isis, konflik HMI-KPK, dll. semua kegaduhan itu, baiknya kita sikapi dengan tenang, 

wassalam.

Comments

Popular posts from this blog

8 HAL YG HARUSNYA ADA KETIKA SUDAH BERUSIA 30 TAHUN...

Sudah menginjak usia kepala 3? Itu berarti sudah saatnya bagi kamu ‘say goodbye’ untuk pemborosan yang gak jelas. Gak ada lagi mengiyakan semua ajakan untuk party dan nongkrong. Bukan berarti kamu gak boleh menyenangkan diri sendiri. Semua orang emang butuh piknik sih. Tapi, sekarang sudah harus lebih selektif, mana yang harus ditolak dan mana yang di-iyakan . Emangnya mau hidup bebas terus tanpa arah? Waktu berjalan terus loh! Emang sih sebenarnya saat kamu usia kepala 2 pun harus sudah mulai tuh membangun kebiasaan-kebiasaan baik terutama dalam hal keuangan. Tapi yah, gak pernah ada kata terlambat. [Baca: Umur 20 Tahun atau Masih Kepala 2 Jangan Remehin 10 Nasihat Keuangan dari Masa Depan Ini] Apa saja sih 8 hal yang mestinya sudah kita miliki saat menginjak usia kepala 3? 1. Sudah Mandiri Finansial Saat usia 30-an, idealnya kamu sudah mapan dalam pekerjaan yang kamu geluti sekarang. Bukan cuma jadi pekerja kantor dengan level manajer loh ya, tapi ter

Kemana lagi Tanah Bisa Ku Cium?

Oloy S. Wandi Aku berjalan melintas beton beton yang serupa cakar elang mati terlindas buldoser. Aku berenang melintas gedung gedung yang mengalir sepanjang aortaku, sepanjang kali kali ku sepanjang lembah dan sawahku. Aku berlari sepanjang hari, berharap ku temui camar yang terbang mencaplok ikan atau udang, atau bertemu biawak yang sedang asyik mengintai mangsa di tepi rawa. Tetapi yang ku temui hanya tai ngambang, sampah busuk dan limbah limbah beracun. Aku tertegun dalam lari ku, dalam renangku dalam jalanku. Aku bertanya:  apa yang terjadi pada hutan ulayatku Apa yang terjadi pada hutan adatku Apa yang terjadi dengan kecipak sepatku Apa yang terjadi dengan liuk sili ku Apa yang terjadi dengan siul sik madu ku Aku tertegun dalam hiruk pikuk modernitas Aku asing dalam deru buldoser yang mengiris ngiris bukit dan pantai . aku terpaku di atas limbah yang baunya mengelupas hidung dan otak. Aku terpaku di atas pusara Ikan, udang, l

langkah kaki yg tersuruk

Seperti juga air yg kadang gagal menembus cadas, begitu pula kaki ini yg kerap tersuruk dan terantuk. entah sudah berapa puluh kali kaki ini berdarah, tertusuk duri, sekedar lecet, karena mata dan kaki tidak seirama. mata memandang, otak kosong, entah memikirkan apa. langkah kaki yang tersuruk dan terantuk, menyakitkan. tetapi tidak mengapokan. kita tetap melangkah walau resiko tersuruk dan terantuk terbuka. kita menguatkan dalam hati bahwa tak lagi-lagi tersuruk itu terjadi. walau kenyataannya tak pernah terkakulasi dengan tepat. langkah kaki dan langkah hidup itu sepertinya berdampingan, seirama. ritme langkah hidup itu mirip benar dengan dengan langkah kaki yg sering terantuk dan tersuruk itu. sama benar. berkali-kali dalam hidup kita terluka, tersakiti, jatuh, dan menderita. tetapi, itu tidak mengapokan. bahkan justru membesarkan dan menguatkan. jatoh dan menderitanya kita itu seperti imun yang datang begitu cacar air menghinggapi tubuh, setelahnya cacar air tak sudi lagi berku